Geger! Warga Aceh Dijual ke Kamboja, 3 Hari Terkatung di Bandara Sebelum Dipulangkan!

Silakan Share

Warga Aceh Wibi Rezki Walat Dijual ke Kamboja, 24 tahun, akhirnya dipulangkan setelah tiga hari terkatung-katung di Bandara Soekarno-Hatta.

Geger! Warga Aceh Dijual ke Kamboja, 3 Hari Terkatung di Bandara Sebelum Dipulangkan!

Ia merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang diiming-imingi pekerjaan marketing di Thailand, namun justru dijual ke perusahaan “scamming” di Kamboja.​ Selama di Kamboja, Wibi mengalami kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pemukulan jika target tidak tercapai.

Haji Uma, anggota DPD Aceh, berperan aktif dalam membantu pemulangan Wibi ke Aceh setelah mengetahui kondisinya yang memprihatinkan di bandara. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.

Terjebak Dalam Jaringan Perdagangan Orang

Wibi Rezki Walat awalnya dijanjikan pekerjaan sebagai marketing di Thailand. Namun, agen yang bertanggung jawab atas keberangkatannya, yang berasal dari Langsa, justru menjualnya ke sebuah perusahaan di Kamboja. Di sana, Wibi dipaksa bekerja dalam praktik penipuan atau “scamming”.

Situasi ini adalah gambaran nyata dari modus operandi perdagangan orang, di mana korban seringkali diiming-imingi pekerjaan yang menarik di luar negeri, namun kemudian dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak sesuai atau bahkan ilegal.

Perjalanan Wibi ke Kamboja juga bukan melalui jalur resmi atau penerbangan langsung. Haji Uma menjelaskan bahwa Wibi diberangkatkan melalui jalur laut, dimulai dari Aceh, kemudian melewati Dumai, Malaysia, Vietnam, hingga akhirnya tiba di Kamboja.

Jalur perjalanan yang tidak biasa ini sering menjadi indikasi adanya kegiatan ilegal dalam proses perekrutan dan pengiriman pekerja migran.

Kondisi Miris di Bandara Soekarno-Hatta

Setibanya di Indonesia setelah dideportasi oleh Imigrasi Kamboja, Wibi dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Ia tidak memiliki uang sepeser pun, pakaian ganti, bahkan makanan. Selama tiga hari, Wibi terpaksa bertahan di Bandara Soekarno-Hatta seorang diri.

Ia memanfaatkan WiFi bandara untuk berkomunikasi dengan keluarganya di kampung halaman. Menurut pengakuan Wibi kepada Haji Uma, ia sempat menangis karena belum makan dan tidak memiliki uang untuk membeli kartu seluler agar bisa berkomunikasi.

Wibi dideportasi bersama empat korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) lainnya dari berbagai provinsi di Indonesia. Namun, berbeda dengan korban lain yang sudah dijemput keluarganya, Wibi harus berjuang sendirian di bandara.

Kondisi ini menggambarkan betapa rentannya korban perdagangan orang saat mereka ditinggalkan tanpa dukungan finansial maupun sosial.

Baca Juga: Dubes RI Ingatkan WNI di Kamboja Taat Aturan Pasca Tawuran di Poipet

Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Selama bekerja di Kamboja, Wibi mengalami kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Jika target pekerjaan yang dibebankan kepadanya tidak tercapai, Wibi kerap dipukuli. Bahkan, ia juga tidak diberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah. Lebih parahnya lagi, Wibi mengaku sempat ditendang karena beribadah, dan celana serta baju salatnya dirobek.

Perlakuan kejam ini menunjukkan tingkat eksploitasi dan dehumanisasi yang dialami oleh korban perdagangan orang. Kekerasan fisik dan pengekangan hak beribadah adalah bentuk pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

Peran Haji Uma Dalam Pemulangan Wibi

Kisah Wibi menarik perhatian setelah seorang warga Langsa melaporkan kondisinya kepada anggota DPD asal Aceh, Sudirman Haji Uma, pada Sabtu (23/8/2025). Haji Uma kemudian bergerak cepat untuk membantu Wibi. Beliau tidak hanya menanggung tiket pesawat Wibi untuk pulang ke Aceh.

Tetapi juga memastikan Wibi mendapatkan tempat istirahat di hotel dekat bandara sebelum keberangkatannya.Pada tanggal 24 Agustus, Wibi telah terbang menuju Kualanamu dan melanjutkan perjalanan darat ke Aceh. Staf Haji Uma di wilayah Sumatera Utara juga memfasilitasi penjemputan Wibi hingga ia tiba di rumahnya.

Peran aktif Haji Uma dalam kasus ini menunjukkan pentingnya kepedulian masyarakat dan perwakilan rakyat dalam membantu korban perdagangan orang yang rentan.

Kesimpulan

Kisah Wibi Rezki Walat adalah pengingat yang menyakitkan akan bahaya perdagangan orang dan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perekrutan pekerja migran. Janji-janji pekerjaan yang menggiurkan di luar negeri harus selalu disikapi dengan kewaspadaan.

Penting bagi calon pekerja migran untuk memastikan legalitas agen dan perusahaan yang menawarkan pekerjaan, serta memahami sepenuhnya kontrak kerja mereka. Selain itu, dukungan sosial dan respons cepat dari pihak berwenang serta masyarakat sipil sangat krusial dalam menyelamatkan dan memulangkan korban perdagangan orang, seperti yang ditunjukkan oleh peran Haji Uma.

Kasus Wibi harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih aktif dalam memberantas praktik perdagangan orang dan melindungi hak-hak individu. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang Warga Aceh Dijual ke Kamboja hanya di BERITA INDONESIA KAMBOJA.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.detik.com
  2. Gambar Kedua dari rri.co.id