Thailand Diduga Gunakan Sound Horeg Untuk Teror Warga Kamboja
Ketegangan perbatasan Thailand-Kamboja kembali memuncak setelah laporan dugaan penggunaan sound horeg oleh pihak Thailand untuk menakuti warga Kamboja.

Suara-suara menakutkan yang disiarkan di wilayah perbatasan ini memicu kecemasan, gangguan tidur, dan dampak psikologis bagi masyarakat setempat.
Berikut ini Berita Indonesia Kamboja akan memberikan informasi dugaan penggunaan sound horeg oleh Thailand untuk menakuti warga di perbatasan Kamboja.
Kronologi Penggunaan Sound Horeg
Pemerintah Kamboja menuding Thailand menggunakan sound horeg untuk meneror warganya di sepanjang perbatasan yang menjadi lahan sengketa. Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, menyatakan bahwa perangkat suara itu mulai dipasang sejak 10 Oktober 2025, bertepatan dengan kesepakatan gencatan senjata antara kedua negara.
Sound horeg memancarkan suara-suara menakutkan, termasuk ratapan anak kecil, lolongan anjing, rantai yang berderak, hingga deru helikopter. Suara-suara ini sebelumnya direkam dan disiarkan dengan volume sangat tinggi untuk menciptakan efek intimidasi. Akibatnya, warga di daerah perbatasan mengalami ketidaknyamanan, stres, hingga gangguan tidur.
Hun Sen menambahkan bahwa komisi hak asasi manusia Kamboja segera melaporkan insiden ini ke PBB pada 11 Oktober 2025, meminta agar badan internasional tersebut menyelidiki praktik yang berpotensi merugikan masyarakat sipil tersebut.
Cara Operasi Sound Horeg Dijalankan
Menurut laporan dari The Nation, sound horeg dikerahkan oleh kelompok aktivis ultranasionalis Thailand yang dipimpin Kannathat Pongpaibulwet. Mereka menyewa sejumlah truk yang dilengkapi pengeras suara dan layar tancap untuk menyiarkan suara-suara menakutkan tersebut di wilayah perbatasan.
Operasi ini berlangsung selama tiga hari, mulai Jumat (10/10/2025) hingga Minggu (12/10/2025). Suara yang disiarkan mencakup ledakan bom dan efek pertempuran di desa-desa di distrik Khok Sung, Provinsi Sa Kaeo. Kannathat mengklaim telah mendapatkan izin dari Area Angkatan Darat Pertama, yang bertugas mengawasi keamanan di provinsi perbatasan, untuk melaksanakan tindakan tersebut.
Kelompok tersebut menyebut tindakan itu dilakukan untuk menakut-nakuti para pemukim Kamboja yang memasuki wilayah Thailand, khususnya di Ban Nong Chan dan Ban Nong Ya Kaew. Namun, langkah ini dianggap melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia oleh pihak Kamboja.
Baca Juga: Keagungan Temple Of Preah Vihear, Permata Arsitektur Di Puncak Pegunungan Kamboja
Dampak Psikologis Bagi Warga

Hun Sen menegaskan bahwa tindakan Thailand melalui sound horeg merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. Suara-suara keras yang berlangsung lama berpotensi mengganggu, mengintimidasi, dan melecehkan psikologis warga di sekitar perbatasan.
Warga yang terdampak melaporkan gangguan tidur, kecemasan meningkat, dan ketidaknyamanan fisik. Mereka yang paling rentan termasuk perempuan, anak-anak, lansia, orang sakit, dan penyandang disabilitas. Banyak yang mengaku merasa tertekan karena suara-suara tersebut terus-menerus terdengar tanpa jeda.
Koalisi Hak Anak Kamboja juga memperingatkan bahwa penggunaan sound horeg dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental anak-anak. Paparan suara keras dan menakutkan dalam jangka panjang dapat memicu trauma psikologis dan masalah emosional yang serius.
Tindakan Kamboja di Tingkat Internasional
Sebagai respons atas insiden ini, Kamboja melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke PBB dan meminta investigasi internasional. Hun Sen menyatakan bahwa pihaknya menuntut pertanggungjawaban Thailand atas efek psikologis dan fisik yang ditimbulkan.
Langkah Kamboja menunjukkan perhatian serius terhadap praktik intimidasi lintas perbatasan yang bisa menimbulkan konflik lebih luas. Pihak berwenang berharap penyelidikan PBB dapat menghasilkan rekomendasi atau sanksi untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
Selain itu, Kamboja juga meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan militer atau aktivis Thailand di daerah perbatasan, untuk melindungi warga sipil dari ancaman lebih lanjut.
Reaksi Publik dan Sorotan Global
Kasus ini menuai kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional. Penggunaan teknologi suara sebagai alat intimidasi dianggap kontroversial dan berisiko melanggar hukum internasional. Media global, termasuk The Independent, menyoroti potensi ketegangan diplomatik yang meningkat antara Thailand dan Kamboja akibat insiden ini.
Sementara itu, warga lokal tetap waspada dan berharap situasi segera membaik. Banyak yang menekankan pentingnya dialog damai antara kedua negara untuk mencegah eskalasi konflik. Kasus sound horeg ini menjadi contoh bagaimana teknologi sederhana dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan ketakutan dan stres psikologis, sekaligus menekankan perlunya perlindungan hak asasi manusia di wilayah perbatasan.
Buat kalian yang ingin mendapatkan berita terbaru dan terupdate yang tentunya terpecaya hanya di Berita Indonesia Kamboja.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari kompas.com
- Gambar Kedua dari kompas.com