Bagas Korban TPPO Akhirnya Pulang, Tak Lagi Menanggung Derita di Kamboja
Muhammad Bagas Saputra, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) berusia 22 tahun asal Kota Sukabumi, akhirnya berhasil kembali ke kampung halamannya.
Kisah pilu Bagas, yang mencakup penyekapan, penyiksaan, dan permintaan tebusan, menjadi sorotan publik setelah informasi tersebut beredar luas di media sosial.
Pemulangan Bagas ini menandai berakhirnya penderitaan yang ia alami selama berada di Kamboja. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.
Kronologi Perjalanan Bagas ke Kamboja
Perjalanan Bagas ke luar negeri dimulai pada April 2024, ketika ia berangkat untuk bekerja di sebuah perusahaan pelayaran.
Namun, dua bulan kemudian, Bagas mengabarkan kepada keluarganya bahwa ia diturunkan di pelabuhan Cina karena terlibat masalah dengan warga lokal.
Kapten kapal, yang merupakan warga Cina, memihak warga lokal, menyebabkan Bagas dan tiga hingga empat temannya ditinggalkan di pelabuhan Cina tanpa uang sepeser pun. Sejak insiden tersebut, keluarga Bagas kehilangan kontak dengannya.
Pada 27 Juni 2025, Bagas akhirnya menghubungi keluarganya dan mengabarkan bahwa ia sudah berada di Kamboja.
Ia mengungkapkan kesulitan untuk pulang karena tidak memiliki uang maupun tiket. Sore harinya, pihak keluarga menerima panggilan video dari perusahaan di Kamboja yang memperlihatkan Bagas sedang disiksa.
Penyekapan Penyiksaan dan Permintaan Tebusan
Kabar tragis mengenai penyekapan Bagas pertama kali menyebar melalui sejumlah akun media sosial Facebook.
Unggahan tersebut menyatakan bahwa Bagas disekap oleh sebuah perusahaan di Kamboja, mengalami penyiksaan. Diikat dengan tali, disetrum, dan keluarganya diminta tebusan sebesar Rp 40 juta untuk pembebasannya.
Rangga Saputra (26), kakak kandung Bagas, membenarkan informasi tersebut saat dikonfirmasi oleh wartawan.
Rangga menjelaskan bahwa keluarga mengetahui penyekapan itu melalui sambungan video call WhatsApp dari pihak perusahaan di Kamboja pada Jumat, 27 Juni 2025 siang.
Dalam panggilan video tersebut, pihak perusahaan mengancam keluarga Bagas. Menyatakan bahwa Bagas akan terluka jika mereka menunda waktu pembayaran tebusan. Mereka berbicara dalam bahasa Cina dengan terjemahan bahasa Indonesia.
Pelaku meminta tebusan sebesar Rp 40 juta dan memberikan tenggat waktu hingga pukul 12 malam pada hari yang sama.
Bos perusahaan mengancam akan mengeksekusi Bagas jika uang belum ditransfer hingga tengah malam.
Situasi ini menyebabkan keluarga di Sukabumi merasa panik dan cemas akan keselamatan Bagas. Mereka merasa sedih dan tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu. Hanya bisa berdoa dan berharap Bagas bisa pulang dalam keadaan selamat dan utuh.
Bagas diduga disekap dan disiksa karena dianggap tidak memenuhi target kerja yang dibebankan oleh perusahaan yang mempekerjakannya dalam aktivitas penipuan daring (scam). Perusahaan tersebut menuduh Bagas tidak mencapai target dan terkena denda, sehingga ia disiksa.
Baca Juga:
Upaya Pemulangan dan Bantuan Hukum
Pihak keluarga berjuang keras untuk memastikan Bagas bisa segera dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan selamat. Mereka terus berdoa dan mencari cara terbaik agar Bagas bisa segera keluar dari Kamboja.
Kasus ini mendapatkan pendampingan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi. Ketua SBMI, Jejen Nurjanah.
Menyatakan bahwa laporan keluarga telah diterima dan pihaknya tengah menelusuri kronologi serta legalitas keberangkatan Bagas.
SBMI telah melakukan langkah-langkah konkret. Termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kemen P2MI) serta mengirim laporan ke Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja.
Mereka terus mendorong pemerintah pusat untuk bergerak cepat agar Bagas bisa segera dibebaskan dan dipulangkan.
SBMI juga berencana untuk melakukan investigasi terhadap perusahaan yang memberangkatkan Bagas.
Informasi awal menyebutkan bahwa Bagas sempat direkrut untuk bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) oleh sebuah perusahaan di Tegal.
Jejen Nurjanah menegaskan bahwa jika proses keberangkatan Bagas terbukti ilegal, maka kasus ini harus diusut tuntas.
Ia juga menambahkan bahwa kasus TPPO semacam ini seringkali melibatkan praktik kekerasan dan pemerasan. Dengan korban disiksa bila tidak mencapai target, lalu keluarganya dimintai uang tebusan.
Pulangnya Bagas ke Tanah Air
Bagas Saputra (22), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kota Sukabumi, telah berhasil pulang ke tanah air pada Selasa (9/8) setelah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja.
Kepulangan Bagas adalah hasil koordinasi berbagai pihak, termasuk Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Sukabumi, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja, serta dukungan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan anggota DPR Komisi IX.
Meskipun sudah kembali ke rumah dan mulai beraktivitas. Bagas masih menyimpan trauma fisik dan psikis akibat kejadian yang dialaminya.
Pihak Disnaker Kota Sukabumi telah menindaklanjuti kasus ini dengan melaporkannya ke Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) untuk bantuan lebih lanjut.
Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk pemeriksaan medis, dan Dinas Sosial untuk penyaluran bantuan natura.
Pemerintah Kota Sukabumi juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak jelas. Karena kasus TPPO sering menyasar pencari kerja dengan iming-iming gaji tinggi.
Buat kalian yang ingin mendapatkan berita terbaru dan terupdate setiap hari. Kalian bisa kunjungi Indonesia Kamboja, yang dimana akan selalu memberikan informasi menarik lainnya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari www.detik.com
- Gambar Kedua dari www.sukabumiupdate.com