Pemuda Gorontalo Disekap di Kamboja, Pemkab Langsung Ambil Tindakan

Silakan Share

​​Seorang pemuda asal Gorontalo bernama Agus Hilimi (28) diduga menjadi korban penyekapan di luar negeri Kamboja​.

Pemuda Gorontalo Disekap di Kamboja, Pemkab Langsung Ambil Tindakan

Keluarga Agus diminta membayar uang tebusan sebesar Rp 50 juta agar korban bisa dipulangkan ke Indonesia. ​Kasus ini mencuat ke publik dan langsung mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Gorontalo.

Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.

Kronologi Dugaan Penyekapan

​Agus Hilimi, warga Desa Tolotio, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, diduga menjadi korban sindikat perdagangan manusia. ​

Menurut Koordinator Pos Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Gorontalo, Sutrisno, keberangkatan Agus ke luar negeri dilakukan secara ilegal. ​

Modus yang dialami Agus sudah sering terjadi, di mana para korban dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi namun diberangkatkan menggunakan visa turis atau wisatawan, bukan dokumen resmi sebagai pekerja migran.

​Diduga, Agus memilih jalur ilegal ini sebagai alternatif untuk bekerja di Kamboja. Mengingat Kamboja bukan negara tujuan penempatan pekerja migran yang bekerja sama dengan Indonesia.

​Informasi awal yang beredar menyebutkan bahwa Agus Hilimi tergiur dengan tawaran gaji sebesar Rp 9,2 juta per bulan.

​Namun, sesampainya di Kamboja, Agus justru dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan online.

Tindakan Cepat Pemerintah Kabupaten Gorontalo

​Setelah kisah penyekapan Agus Hilimi mencuat ke publik, Pemerintah Kabupaten Gorontalo melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) langsung mengambil langkah cepat.

​Penjabat (Pj) Bupati Gorontalo, Mohammad Rudy Salahuddin, secara langsung memerintahkan Kepala Disnakertrans untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak guna memulangkan Agus Hilimi.

Langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo menunjukkan komitmen mereka dalam melindungi warganya yang menjadi korban di luar negeri.

​Pihak P4MI Gorontalo juga menegaskan akan tetap mengusahakan dan berkoordinasi agar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dapat memulangkan korban. Koordinasi lintas instansi ini sangat penting untuk memastikan penanganan kasus yang efektif dan efisien.

Baca Juga: Tragedi Gadis Sumut Tewas di Kamboja Diduga Korban TPPO, Kapan ASEAN Bertindak?

Tantangan dan Upaya Pemulangan

Tantangan dan Upaya Pemulangan

Proses pemulangan korban penyekapan di luar negeri, terutama yang berangkat secara ilegal, seringkali menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Status Ilegal: ​Karena Agus Hilimi berangkat ke Kamboja menggunakan visa turis, statusnya sebagai pekerja migran menjadi tidak resmi di mata hukum. Hal ini dapat memperumit proses negosiasi dan pemulangan melalui jalur diplomatik.
  2. Keterbatasan Yurisdiksi: Pemerintah Indonesia harus berkoordinasi dengan otoritas Kamboja untuk menangani kasus ini, yang bisa memakan waktu dan melibatkan prosedur hukum yang kompleks.
  3. Biaya Pemulangan: ​Permintaan tebusan sebesar Rp 50 juta menjadi beban berat bagi keluarga korban. Pemerintah dan lembaga terkait harus mencari solusi untuk mengatasi masalah finansial ini, termasuk kemungkinan bantuan dari pemerintah atau donasi.

​Meskipun demikian, pihak P4MI Gorontalo telah menegaskan komitmennya untuk mengusahakan pemulangan Agus Hilimi dengan berkoordinasi bersama KBRI. KBRI memiliki peran krusial dalam memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia di luar negeri, termasuk dalam kasus-kasus penyekapan dan perdagangan manusia. KBRI dapat melakukan negosiasi dengan pihak berwenang di Kamboja, memberikan pendampingan hukum, dan memfasilitasi proses pemulangan.

Modus Operandi Sindikat Perdagangan Manusia

​Kasus yang menimpa Agus Hilimi menjadi contoh nyata modus operandi sindikat perdagangan manusia yang kian marak. ​Sindikat ini kerap kali mengincar individu yang sedang mencari pekerjaan dengan menjanjikan gaji besar dan fasilitas menarik. Namun, janji-janji manis tersebut seringkali hanya kedok untuk menjerat korban ke dalam praktik kerja paksa atau kejahatan online.

Beberapa ciri modus operandi sindikat perdagangan manusia meliputi:

  1. Janji Gaji Tinggi: ​Pelaku seringkali menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi dari rata-rata di negara asal korban, sehingga korban tergiur dan melupakan risiko yang mungkin terjadi.
  2. Penggunaan Visa Turis: ​Korban diberangkatkan ke negara tujuan menggunakan visa turis atau wisatawan, bukan visa kerja resmi. Hal ini menyulitkan korban untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagai pekerja migran jika terjadi masalah.
  3. Penyekapan dan Pemerasan: ​Setelah tiba di negara tujuan, korban seringkali disekap, paspor ditahan, dan dipaksa bekerja di luar kesepakatan awal, seringkali di sektor yang tidak sesuai atau ilegal, seperti penipuan online. Jika korban menolak, mereka akan diancam atau diminta membayar tebusan untuk pembebasan.
  4. Target Pekerjaan Ilegal: ​Korban seringkali dipekerjakan dalam kegiatan ilegal, seperti penipuan online atau scamming, yang beroperasi di negara-negara seperti Kamboja.

Buat kalian yang ingin mendapatkan berita terbaru dan terupdate setiap hari. Kalian bisa kunjungi Indonesia Kamboja, yang dimana akan selalu memberikan informasi menarik lainnya.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari gorontalo.tribunnews.com
  • Gambar Kedua dari www.liputan6.com