Rebutan Kuil UNESCO! Sengketa Thailand dan Kamboja yang Tak Pernah Padam!

Silakan Share

Sengketa Thailand dan Kamboja telah lama berseteru memperebutkan Kuil Preah Vihear, sebuah situs kuno yang juga merupakan Warisan UNESCO.

Rebutan Kuil UNESCO! Sengketa Thailand dan Kamboja yang Tak Pernah Padam!

Sengketa ini berakar pada penetapan batas wilayah oleh Prancis pada tahun 1907, yang menempatkan kuil di wilayah Kamboja, meskipun Thailand terus mengklaimnya.

Meskipun Mahkamah Internasional pada tahun 1962 telah memutuskan kuil itu milik Kamboja, wilayah di sekitarnya masih disengketakan. Memicu ketegangan berkelanjutan dan bentrokan sporadis di perbatasan kedua negara.

Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.

Akarnya Konflik Perjanjian dan Peta yang Menyesatkan

Akar perselisihan ini dapat ditelusuri kembali pada perjanjian yang dibuat antara Prancis, sebagai kekuatan kolonial di Kamboja, dan Kerajaan Siam (Thailand) pada awal 1900-an. Perjanjian Franco-Siamese tahun 1904 dan 1907 bertujuan untuk menetapkan batas-batas wilayah, khususnya di Pegunungan Dangrek tempat Kuil Preah Vihear berada.

Pasal 1 Perjanjian Franco-Siamese tahun 1904 menetapkan bahwa perbatasan di sepanjang bagian timur Pegunungan Dangrek, di mana Preah Vihear berada, akan mengikuti garis batas air. Sebelum perjanjian ini, Kuil Preah Vihear berada di bawah kendali Siam.

Namun, berdasarkan peta rinci yang dibuat oleh perwira Prancis dan diterbitkan oleh perusahaan kartografi Prancis setelah survei wilayah perbatasan, Kuil Preah Vihear secara mengejutkan ditempatkan di wilayah Kamboja. Thailand menerima peta ini untuk penggunaan resmi, tetapi baru pada tahun 1930-an mereka menemukan kesalahan tersebut.

Meskipun demikian, Mahkamah Internasional (ICJ) kemudian memutuskan bahwa Thailand telah menunggu terlalu lama untuk mengajukan protes dan kehilangan hak atas kuil tersebut melalui “persetujuan diam-diam” (acquiescence).

Era Kemerdekaan dan Kembali ke Mahkamah Internasional

Setelah Kamboja memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1953 dan pasukan Prancis ditarik. Militer Thailand menduduki Kuil Preah Vihear pada tahun 1954, mengklaimnya berdasarkan garis batas daerah aliran sungai alami. Kamboja memprotes tindakan ini, bersikeras bahwa kuil itu berada di dalam wilayah mereka berdasarkan peta Prancis tahun 1907.

Perselisihan ini akhirnya dibawa ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1959. Pada tahun 1962, ICJ memutuskan dengan suara 9 banding 3 bahwa kepemilikan Kuil Preah Vihear diberikan kepada Kamboja.

Menyatakan bahwa peta tahun 1907 dengan jelas menunjukkan kuil tersebut berada di Kamboja. Thailand menyerahkan kuil tersebut dengan enggan, tetapi terus mengklaim wilayah di sekitarnya yang belum secara resmi didemarcasi.

Baca Juga: Menteri Karding Siap Bantu Tangani Kasus Warga Asahan Tewas di Kamboja

Eskalasi Abad ke-21: UNESCO dan Konflik Bersenjata

Eskalasi Abad ke-21: UNESCO dan Konflik Bersenjata

Sengketa kepemilikan kembali memanas dalam beberapa tahun terakhir, terutama ketika Kamboja mengajukan permohonan kepada UNESCO agar Kuil Preah Vihear ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 2008. Thailand mengklaim bahwa permohonan tersebut mencakup lahan di sekitar kuil yang masih dianggap sebagai wilayah Thailand.

Meskipun Kamboja sempat menarik permohonan dan mengajukan peta yang dimodifikasi untuk hanya mencakup kuil itu sendiri, ketegangan tetap meningkat. Penetapan kuil sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada Juli 2008 memicu protes besar-besaran dari kelompok-kelompok nasionalis Thailand, seperti People’s Alliance for Democracy (PAD).

Hal ini menyebabkan serangkaian bentrokan militer di perbatasan antara tahun 2008 dan 2011, yang mengakibatkan korban jiwa dan pengungsian massal. Konflik ini bahkan sempat meluas ke kompleks kuil Ta Moan yang berjarak 153 kilometer di sebelah barat Preah Vihear.

Pada November 2013, ICJ kembali mengeluarkan keputusan, dengan suara bulat menyatakan bahwa putusan tahun 1962 telah memberikan seluruh tanjung Preah Vihear kepada Kamboja, dan Thailand wajib menarik pasukan militernya dari daerah tersebut. Namun, ICJ menolak argumen Kamboja bahwa putusan tersebut juga mencakup bukit Phnom Trap (tiga kilometer barat laut kuil).

Dampak dan Upaya Penyelesaian

Perseteruan ini memiliki dampak signifikan terhadap hubungan bilateral kedua negara. Selain korban jiwa dan pengungsian, konflik ini juga menghambat hubungan diplomatik, perdagangan, dan pariwisata. Kedua negara seringkali memberlakukan pembatasan perjalanan dan perdagangan sebagai respons terhadap ketegangan.

Meskipun ASEAN telah berupaya memfasilitasi penyelesaian konflik, seperti pengangkatan Indonesia sebagai pengamat pada tahun 2011, kemajuan signifikan masih sulit dicapai. Kamboja terus mendesak penyelesaian melalui jalur internasional, sementara Thailand lebih memilih dialog bilateral.

Kesimpulan

Sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja merupakan contoh kompleksitas sejarah, hukum, dan politik yang dapat memicu konflik berkepanjangan. Meskipun putusan Mahkamah Internasional telah berulang kali mengukuhkan kepemilikan Kamboja atas kuil, perselisihan atas wilayah di sekitarnya tetap menjadi sumber ketegangan.

Penyelesaian damai yang langgeng akan memerlukan komitmen serius dari kedua belah pihak untuk dialog, pengakuan batas yang jelas, dan fokus pada kerja sama regional demi stabilitas dan kemakmuran bersama.

Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di BERITA INDONESIA KAMBOJA.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari travel.detik.com
  2. Gambar Kedua dari www.dw.com