Demonstran Ramai-Rama Serukan Pm Thailand Mundur Mengapa?
Para pengunjuk rasa di Thailand dalam beberapa kesempatan telah menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri (PM).
Baru-baru ini, pada Juni 2025, ratusan demonstran antipemerintah berkumpul di Bangkok menuntut PM Paetongtarn Shinawatra mundur, sementara pada Oktober 2020, pengunjuk rasa juga memberikan ultimatum kepada PM Prayut Chan-o-cha untuk mundur. Berita Indonesia Kamboja akan membahas lebih dalam lagi mengenai demonstran yang ramai-rama serukan pm Thailand mundur.
Demonstrasi Menuntut Pengunduran Diri PM Paetongtarn Shinawatra (Juni 2025)
Pada Kamis, 19 Juni 2025, ratusan warga Thailand mengadakan aksi protes di depan Gedung Pemerintah di Bangkok, menuntut Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mundur dari jabatannya. Mayoritas demonstran mengenakan kaus kuning, yang merupakan simbol loyalis monarki. Mereka meneriakkan “Keluar!” dan “Pergi ke neraka!” sambil membawa plakat bertuliskan “pengkhianat”.
Aksi ini menarik sebagian besar demonstran berusia tua yang terkait dengan gerakan “Baju Kuning” yang konservatif dan pro-kerajaan. Beberapa demonstran bahkan secara terbuka mendukung gagasan intervensi militer, mengingat sejarah panjang kudeta di Thailand.
Pemicu Protes
Kemarahan publik dipicu oleh bocornya rekaman panggilan telepon antara Paetongtarn dan mantan PM Kamboja, Hun Sen. Dalam rekaman tersebut, Paetongtarn menyebut komandan militer Thailand di timur laut sebagai lawan dan menyapa Hun Sen sebagai “paman”.
Hal ini dinilai merendahkan institusi militer dan membuka celah diplomatik. Demonstran menuduh Paetongtarn (38 tahun) “kurang memiliki keterampilan diplomatik” dan “membahayakan kepentingan nasional”. Seorang pekerja kuil berusia 68 tahun, Kanya Hanotee, menyatakan kekecewaannya dan mengkritik kemampuan negosiasi Paetongtarn.
Aksi unjuk rasa ini juga dipicu oleh keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi pemerintahan. Partai mitra utama tersebut menuduh Paetongtarn merusak negara dan menghina kehormatan militer.
Dinasti Politik Shinawatra
Paetongtarn adalah putri dari Thaksin Shinawatra, dan ia menjadi simbol lanjutan dari dinasti politik yang telah memecah belah politik Thailand selama dua dekade terakhir. Gerakan “Kaus Kuning” yang konservatif dan pro-kerajaan telah berulang kali bentrok dengan kelompok pendukung Thaksin, “Kaus Merah”. Kaewta (62 tahun), seorang ibu rumah tangga dari Bangkok yang ikut dalam protes, menyatakan kebenciannya terhadap Thaksin dan keluarganya, menyebut semua politisi korup.
Mek Sumet (59 tahun), seorang penjual alat listrik yang pernah ikut menduduki Bandara Don Mueang pada 2008, mengatakan bahwa kekuasaan telah diwariskan dari ayah Paetongtarn ke bibinya, dan sekarang kepadanya, dan bahwa Paetongtarn hanya memikirkan dirinya sendiri, bukan negara.
Demonstrasi Menuntut Pengunduran Diri PM Prayut Chan-o-cha (Oktober 2020)
Pada Oktober 2020, situasi politik di Thailand juga memanas dengan para pengunjuk rasa yang memberikan ultimatum tiga hari kepada Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha untuk mengundurkan diri. Jika tidak, ia akan menghadapi lebih banyak demonstrasi. Seorang perwakilan pengunjuk rasa pro-demokrasi bahkan menyerahkan tiruan surat pengunduran diri Prayut kepada kepala polisi metropolitan Bangkok.
Para pengunjuk rasa meneriakkan ‘Prayut Pergi’ dan ‘Bebaskan Teman Kami’, memenuhi area Ratchaprasong meskipun pemerintah melarang pertemuan banyak orang. Ribuan pendemo mengabaikan larangan berdemo dan berkumpul menuntut mundurnya Prayuth Chan-o-cha dan reformasi monarki.
baca Juha: Judi Online dan Kontribusinya Dalam Pengembangan Infrastruktur di Kamboja
Tuntutan dan Latar Belakang
Aksi demonstrasi yang dipimpin mahasiswa ini menuntut mundurnya Prayuth, mantan jenderal yang berkuasa setelah kudeta tahun 2014 dan menjadi perdana menteri setelah pemilihan umum yang kontroversial pada 2019.
Pengunjuk rasa juga menuntut pemilihan umum baru, amandemen konstitusi, dan diakhirinya tuntutan hukum terhadap para pengkritik negara. Selain itu, mereka menuntut dikuranginya wewenang Raja Vajiralongkorn dan penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang melindungi raja dari kritik.
Situasi politik yang tegang ini sudah terjadi sejak Agustus 2020. Di mana massa meneriakkan PM Thailand mundur dan reformasi pada kerajaan. Karena pemerintahan Thailand dianggap otoriter dan massa meminta pembatasan pada kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Gerakan protes ini dimulai pada Februari 2020 setelah partai politik oposisi, Partai Maju Masa Depan (FFP) yang populer di kalangan pemilih muda, diperintahkan untuk bubar.
Respons Pemerintah
Pemerintah Thailand secara resmi mencabut status darurat di negara itu pada 22 Oktober 2020, yang diumumkan sejak pekan sebelumnya. Pencabutan status darurat ini dilakukan setelah situasi yang diwarnai kekerasan mereda.
Sebelumnya, status darurat yang melarang berkumpul lebih dari empat orang dan mengizinkan penangkapan serta penyitaan materi elektronik, justru memicu unjuk rasa yang semakin besar. Pemerintah juga sempat memblokir aplikasi Telegram yang digunakan aktivis untuk berkomunikasi. Dan polisi mengancam akan menutup empat outlet berita karena meliput langsung protes.
Protes Sebelumnya (Februari 2006)
Sebelumnya, pada Februari 2006, sekitar 40 ribu demonstran juga melakukan unjuk rasa semalam suntuk di Bangkok, menuntut agar PM Thaksin meletakkan jabatan. Banyak demonstran marah karena keluarga PM Thaksin dapat secara sah menjual saham senilai hampir dua miliar dolar bebas pajak di perusahaan telekomunikasi yang ia dirikan.
Meskipun dua menteri dari faksi partai PM Thaksin mengundurkan diri. Para analis mengatakan hal itu kecil kemungkinan akan memengaruhi popularitas PM Thaksin di pedesaan. PM Thaksin membela penjualan itu dan bersikeras ia hanya akan mengundurkan diri jika Raja Thailand memintanya.
Manfaatkan waktu anda untuk mengeksplorisai ulasan menarik lainnya mengenai berita terbaru dan terviral hanya di Berita Indonesia Kamboja.
Sumber Informasi gambar:
- Gambar Perama dari news.detik.com
- Gambar Kedua dari news.detik.com
Leave a Reply