Kamboja Gugat Thailand ke Mahkamah Internasional Usai Baku Tembak
Ketegangan kembali membara di perbatasan Kamboja dan Thailand setelah insiden baku tembak yang menewaskan seorang tentara Kamboja pekan lalu.
Insiden ini mendorong Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, untuk mengambil langkah diplomatik serius dengan mengadukan Thailand ke Mahkamah Internasional (ICJ). Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa Kamboja tidak akan tinggal diam dalam mempertahankan kedaulatan wilayahnya yang masih disengketakan.
Di bawah ini Berita Indonesia Kamboja akan membahas kronologi kejadian, respons kedua negara, dan upaya penyelesaian sengketa melalui jalur hukum internasional.
Baku Tembak Memicu Krisis Baru
Ketegangan memuncak pada Rabu pekan lalu, ketika seorang tentara Kamboja dilaporkan tewas dalam insiden tembak-menembak di wilayah Segitiga Zamrud sebuah kawasan perbatasan yang diklaim secara tumpang tindih oleh Kamboja, Thailand, dan Laos.
Menurut laporan dari militer Kamboja, pasukan mereka diserang lebih dahulu, dan baku tembak terjadi sebagai bentuk pertahanan diri. Sebaliknya, militer Thailand mengklaim bahwa tembakan berasal dari pihak Kamboja, sehingga pasukan mereka merespons dalam rangka membela diri.
Segitiga Zamrud memang bukan wilayah asing bagi konflik. Wilayah ini memiliki nilai strategis dan sejarah panjang perselisihan, menjadikannya rentan terhadap gesekan militer. Insiden terbaru ini memperbarui ketegangan yang sebelumnya sempat mereda setelah konflik berdarah pada 2008 yang menewaskan sedikitnya 28 orang dari kedua belah pihak.
Respons Tegas Dari Hun Manet
Menyikapi insiden tersebut, Perdana Menteri Hun Manet menyampaikan niat Kamboja untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional. Dalam pertemuannya dengan anggota parlemen dan senat pada Senin 2 Juni 2025, ia menegaskan bahwa jalur hukum internasional adalah opsi terbaik untuk mencegah konfrontasi bersenjata lanjutan di masa depan.
“Kamboja berharap pihak Thailand akan setuju untuk bersama-sama membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional guna mencegah konfrontasi bersenjata lagi atas ketidakpastian perbatasan” ujar Hun Manet.
Namun demikian, ia menambahkan bahwa sekalipun Thailand tidak setuju untuk membawa masalah ini ke ICJ, Kamboja akan tetap menempuh jalur tersebut secara sepihak. Bagi Kamboja, insiden yang menewaskan tentaranya merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negara yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Upaya Diplomasi dan Seruan Investigasi
Langkah militer dan diplomatik Kamboja tidak berhenti di situ. Kementerian Luar Negeri Kamboja telah mengirimkan nota diplomatik resmi kepada Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh. Dalam surat tersebut, Kamboja menuntut investigasi menyeluruh terhadap “serangan tidak beralasan” yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Surat ini merupakan bentuk tekanan politik untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak Thailand.
Meski ketegangan sempat memuncak, perwakilan militer dari kedua negara telah bertemu sehari setelah insiden dan menyepakati langkah-langkah untuk meredakan ketegangan. Namun, atmosfer di kawasan perbatasan masih terasa panas, terutama dengan retorika nasionalis yang berkembang di media lokal kedua negara.
Hun Manet juga menyinggung bahwa sengketa ini diperkeruh oleh keberadaan kelompok ekstremis kecil di kedua sisi perbatasan, yang bisa memicu bentrokan lebih lanjut jika tidak segera ditangani. Hal ini menunjukkan bahwa selain persoalan batas negara, ada dinamika sosial-politik internal yang turut memperkeruh suasana.
Baca Juga:
Sengketa Lama yang Belum Usai
Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand sebenarnya telah berlangsung lama, bahkan sejak era kolonial. Sebagian besar garis perbatasan kedua negara disepakati pada masa pendudukan Prancis atas wilayah Indochina. Namun, tidak semua wilayah telah memiliki batas yang disepakati bersama, khususnya di daerah-daerah terpencil dan bergunung.
Salah satu konflik paling mencolok dalam sejarah modern antara dua negara ini adalah sengketa Candi Preah Vihear, yang pada 2013 diputuskan oleh Mahkamah Internasional sebagai milik Kamboja. Namun ketegangan dan ketidakpuasan dari pihak Thailand tetap membekas hingga kini, menandakan bahwa batas wilayah bukan hanya persoalan garis di peta, tetapi juga menyangkut identitas, nasionalisme, dan kebanggaan historis.
Dengan latar belakang sejarah seperti ini, insiden sekecil apa pun di kawasan perbatasan berpotensi memicu konflik lebih luas. Itulah sebabnya Hun Manet kini mendorong solusi yang lebih permanen melalui lembaga hukum internasional.
Penegasan Komitmen pada Jalur Damai
Meski bersikap tegas, pemerintah Kamboja tetap menyatakan komitmennya terhadap penyelesaian damai. “Kami tidak mencari konfrontasi. Kami mencari kejelasan dan keadilan” ujar Hun Manet. Ia menekankan pentingnya penyelesaian yang adil agar rakyat di daerah perbatasan tidak terus hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan.
Kamboja juga menegaskan bahwa mereka terbuka untuk dialog bilateral, mediasi internasional, atau penyelesaian melalui forum ASEAN, selama hal tersebut mengarah pada solusi jangka panjang.
Kesimpulan
Insiden baku tembak di perbatasan Kamboja dan Thailand menjadi pengingat pahit bahwa konflik lama belum benar-benar usai. Langkah Kamboja membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional bukan hanya merupakan bentuk pembelaan terhadap kedaulatan, tetapi juga simbol keinginan untuk keluar dari siklus kekerasan yang berulang.
Dalam dunia yang kian terhubung dan menuntut stabilitas kawasan, penyelesaian damai dan tuntas atas sengketa semacam ini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Simak dan ikuti terus Indonesia Kamboja agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.inews.id
- Gambar Kedua dari www.kompas.com
Leave a Reply