Cerita Tragis Korban Kerja di Kamboja: Dari Janji Gaji Besar Hingga Penyiksaan dan TPPO!

Silakan Share

Cerita Tragis Korban Kerja di Kamboja mengungkap kisah memilukan karena tergiur janji gaji besar namun terperangkap dalam jaringan TPPO.

Cerita Tragis Korban Kerja di Kamboja: Dari Janji Gaji Besar Hingga Penyiksaan dan TPPO!

Setelah tiba, mereka dipaksa bekerja di industri judi online dan penipuan daring, menghadapi penyiksaan fisik dan mental yang brutal. Banyak yang akhirnya kehilangan nyawa atau mengalami trauma mendalam.

Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.

Tawaran Pekerjaan Menarik yang Menggiurkan

Para calon pekerja migran ditawari kesempatan bekerja di Kamboja dengan janji gaji besar dan posisi menarik seperti admin online shop, operator layanan pelanggan, atau karyawan perusahaan. Tawaran ini kerap disebarluaskan melalui media sosial seperti Telegram dan jaringan perekrut yang menyasar anak muda berpendidikan tinggi.

Korban sering kali mengira mereka akan bekerja di bidang teknologi digital atau startup, namun kenyataan berbeda jauh. Para perekrut bahkan menjanjikan gaji sekitar Rp 9 juta hingga Rp 15 juta per bulan, jauh di atas upah minimum regional di Indonesia.

Sehingga banyak yang tergiur dan mau berangkat secara ilegal tanpa prosedur resmi. Banyak yang percaya kesempatan ini hasil dari kerja sama lintas negara, padahal sebagian besar perjalanan dan penempatan dilakukan secara non-prosedural atau ilegal.

Eksploitasi dan Penyiksaan Fisik Serta Mental

Sesampainya di Kamboja, korban tidak bekerja sesuai janji awal. Sebagian besar dipaksa bekerja dalam industri judi online dan penipuan daring (online scam). Target pekerjaan ini tidak hanya fisik, tapi juga mental, di mana korban diharuskan memenuhi kuota target seperti mengelola nomor WhatsApp hingga menyerang korban lewat investasi bodong.

Penyiksaan menjadi bagian dari modus kontrol bagi mereka yang tak mampu memenuhi target atau berani melapor. Penyiksaan itu berupa pemukulan, penyetruman dengan alat listrik, pengurungan, hingga pengikatan memakai borgol.

Selain itu, beberapa korban bahkan dipindahkan atau “dijual” ke perusahaan lain jika dianggap tidak mampu bekerja dengan baik. Kasus Slamet misalnya, yang bekerja di perusahaan judi online di kota Bavet, mengalami penyiksaan, diborgol, dan diancam akan disetrum jika gagal memenuhi target.

Korban yang mencoba melapor ataupun kabur umumnya menghadapi ancaman denda besar, seperti permintaan denda Rp 50 juta agar diizinkan pulang. Tak jarang mereka harus mencuri uang dari perusahaan tempat bekerja agar dapat membiayai pelarian, seperti yang dialami Slamet saat akhirnya kabur menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.

Baca Juga: Pamit Kerja ke Kamboja, Dewi Ternyata Buronan Interpol Kasus Sabu 2 Ton!

Dugaan Perdagangan Organ dan Tewasnya Korban

Dugaan Perdagangan Organ dan Tewasnya Korban”1200

Tragedi kematian korban TPPO di Kamboja juga menjadi sorotan serius. Salah satu kasus terbaru adalah tewasnya Soleh Darmawan, pekerja migran yang diduga menjadi korban TPPO setelah bekerja di Kamboja.

Keluarga korban mencurigai ada kejanggalan dalam kematiannya, meski hasil observasi awal belum menemukan bekas pengambilan organ. Pemerintah Indonesia melalui KemenP2MI memberikan pendampingan dan mengawal proses repatriasi jenazah korban.

Selain itu, kasus Rizal Sampoerna yang ditemukan dengan kondisi tubuh penuh luka juga memperlihatkan kondisi brutal yang dialami para pekerja migran Indonesia di Kamboja, menunjukkan bahwa eksploitasi dan kekerasan di lokasi pekerjaan jauh melebihi yang diperkirakan.

Lonjakan Kasus dan Upaya Penanganan Pemerintah

Data menunjukkan fenomena meningkatnya jumlah WNI yang bekerja di Kamboja secara ilegal sangat pesat. KBRI Phnom Penh mencatat kenaikan kasus pekerja bermasalah hingga 174 persen dalam tiga bulan pertama 2025 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Dari total 1.301 kasus, sebanyak 85 persen terkait dengan penipuan daring dan judi online. Pekerja yang mayoritas ilegal ini biasanya direkrut melalui media sosial dan calo yang menjanjikan gaji tinggi dengan persyaratan minim.

Banyak dari mereka yang tidak melakukan pelaporan resmi, sehingga pemerintah Indonesia mengalami kesulitan memberikan perlindungan maksimal. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) bersama KBRI dan aparat penegak hukum aktif mengejar sindikat perekrutan ilegal dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran kerja ilegal.

Namun, berbagai upaya dari pemerintah dinilai belum sepenuhnya efektif. Para ahli menyebut perlunya inovasi dalam penyelidikan dan perubahan undang-undang yang memperhatikan perekrutan lewat teknologi informasi, juga peningkatan literasi digital masyarakat agar terhindar dari jebakan sindikat TPPO.

Dampak Sosial dan Kemanusiaan yang Memprihatinkan

Kasus-kasus ini tidak sekadar pelanggaran hukum, tapi juga merupakan persoalan kemanusiaan yang mendalam. Para korban, yang sebagian besar adalah anak muda berpendidikan, tidak hanya kehilangan hak bekerja dengan layak. Tetapi juga mengalami tekanan mental berat yang berdampak pada kesehatan jiwa maupun fisik.

Banyak yang mengalami trauma, gangguan mental, bahkan bunuh diri setelah melewati situasi menyiksa tersebut. Kelompok advokasi seperti Migrant Care dan Komnas HAM menyebut Indonesia sedang mengalami darurat TPPO.

Terutama terkait dengan eksploitasi di industri penipuan daring dan judi online di Kamboja serta negara ASEAN lainnya. Mereka menyerukan upaya kolektif yang lebih kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk melindungi warga negara dari jaringan perdagangan manusia yang makin kompleks.

Kesimpulan

Cerita tragis korban kerja di Kamboja dari janji gaji besar hingga penyiksaan dan TPPO mengungkapkan realitas pahit yang menimpa banyak WNI. Tawaran pekerjaan yang menggiurkan berubah menjadi jebakan kerja paksa dan eksploitasi di industri judi online serta penipuan daring.

Penyiksaan fisik dan mental menjadi modus kekerasan yang menyakitkan, bahkan menimbulkan kematian dan trauma mendalam. Meningkatnya kasus ini menuntut tindakan tegas dari pemerintah Indonesia.

Mulai dari pengetatan pengawasan perekrutan, peningkatan literasi digital masyarakat, hingga perbaikan regulasi hukum terkait TPPO. Perlindungan dan pendampingan bagi korban juga harus menjadi prioritas agar tragedi serupa tidak terus terjadi.

Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang korban kerja di Kamboja hanya di BERITA INDONESIA KAMBOJA.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari nasional.okezone.com
  2. Gambar Kedua dari nasional.okezone.com