Ketegangan Meningkat! Ranjau Darat Guncang Perbatasan Thailand-Kamboja
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali meningkat tajam, dipicu oleh kejadian ranjau darat di wilayah perbatasan.

Konflik ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan luka-luka di perbatasan, tetapi juga memicu ketegangan militer yang semakin tajam. Insiden terbaru menampilkan rapuhnya gencatan senjata dan potensi konflik yang lebih luas. Situasi ini mendorong kedua negara mengambil langkah-langkah diplomasi serius, sekaligus menarik perhatian komunitas internasional terhadap risiko stabilitas regional.
Di bawah ini, Berita Indonesia Kamboja akan membahas eskalasi ketegangan terbaru antara Thailand dan Kamboja, penyebab kejadian ranjau darat di perbatasan, serta dampak diplomatik dan regionalnya.
Eskalasi Ketegangan Terbaru di Perbatasan
Hubungan Thailand dan Kamboja kembali memanas setelah seorang prajurit Thailand terluka parah akibat penjelajahan di perbatasan pada Selasa, 12 Agustus 2025. Insiden terjadi sekitar satu kilometer dari Kuil Ta Moan Thom, Provinsi Surin, wilayah yang masih menjadi benteng. Prajurit mengalami kerusakan serius pada pergelangan kaki kiri dan dirawat intensif di rumah sakit.
Militer Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau baru, melanggar gencatan senjata dan Konvensi Ottawa yang melarang penambangan darat. Juru bicara militer Thailand, Walikota Jenderal Winthai Suvaree, menyebut ini bukti pelanggaran dan peringatan hak Thailand membela diri. Kamboja membantah tuduhan tersebut, menegaskan persyaratan pada Konvensi Ottawa, dan menduga prajurit Thailand akan memicu ancaman lama perang.
Peluncuran ini menambah daftar kejadian serupa. Pada tanggal 9 Agustus 2025, tiga prajurit Thailand terluka di perbatasan Sisaket–Preah Vihear, salah satunya diamputasi kaki. Dua kejadian lain pada Juli 2025 memicu baku tembak mematikan pada 24 Juli yang menurunkan 43 orang dan mengungsikan lebih dari 300.000 warga.
Klaim dan Bantahan Mengenai Ranjau Darat
Thailand menuduh Kamboja diam-diam menanam ranjau di perbatasan. Militer Thailand mengklaim selalu mengedepankan pendekatan damai dan menyebut ancaman anti-personel yang merugikan prajuritnya yang ditanam di Kamboja. Thailand melaporkan penemuan penemuan PMN-2 buatan Rusia di Chong Bok, Ubon Ratchathani, yang menurut Walikota Jenderal Winthai Suvaree bukan milik Thailand. Temuan ini dianggap sebagai bukti pelanggaran Konvensi Ottawa.
Kamboja membantah tuduhan tersebut, menegaskan kepatuhan pada Konvensi Ottawa, dan menyatakan tidak pernah menanam ranjau baru. Mereka menduga prajurit Thailand memicu peringatan lama perang karena keluar dari jalur patroli yang disepakati.
Kamboja juga menonjolkan pengalaman pahitnya dengan ranjau sejak era kolonial hingga perang saudara. Diperkirakan masih ada 4–6 juta ranjau di wilayahnya. Pada awal tahun 2025, lima orang tewas dan belasan terluka akibat ranjau darat lama. Pemerintah terus melakukan pembersihan yang diakui komunitas internasional.
Baca Juga: Dikirim Ranjau di Garis Perbatasan Kamboja Bikin 3 Tentara Thailand Terluka Parah!
Respon Diplomatik dan Dampak Regional

Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, mengadakan pertemuan mendadak dengan para diplomat di Phnom Penh, menegaskan komitmen menyelesaikan konflik perbatasan secara damai sesuai hukum internasional. PM Hun Manet juga mengirimkan surat kepada Presiden Dewan Keamanan PBB dan PM Malaysia Anwar Ibrahim selaku Ketua ASEAN untuk mendorong pembahasan gencatan senjata.
KBRI Phnom Penh mengimbau WNI di Kamboja tetap tenang, waspada, dan membatasi perjalanan ke Oddar Meanchey serta Preah Vihear. Mengetahui ada WNI bekerja di O’Smach, meski jumlahnya belum pasti. Dua hotline darurat disediakan bagi WNI yang membutuhkan bantuan.
Konflik ini berpotensi mengganggu pasokan impor seperti beras dan elektronik, mengancam keamanan warga perbatasan, dan menurunkan minat investor. Namun, sektor pariwisata negara ASEAN lain, termasuk Indonesia, bisa diuntungkan jika wisatawan mengalihkan tujuan dari Thailand dan Kamboja.
Akar Konflik dan Masa Depan Gencatan Senjata
Sengketa perbatasan Thailand–Kamboja fokus pada kepemilikan Kuil Ta Moan Thom dan Kuil Preah Vihear abad ke-11 di perbatasan sepanjang 817 km. Konflik dihapuskan dari peta kolonial Prancis 1907 yang diakui Kamboja namun ditolak Thailand. Meski Mahkamah Internasional pada tahun 1962 dan 2013 mendirikan Preah Vihear milik Kamboja, Thailand tidak sepenuhnya menerima, memicu bentrokan besar pada tahun 2011 dan ketegangan terus berlanjut.
Gencatan senjata terjadi 28 Juli 2025 lewat mediasi ASEAN setelah bentrokan mematikan yang melibatkan jet tempur, artileri, dan roket. Kesepakatan meliputi pengiriman pengamat regional, namun kejadian terbaru menunjukkan rapuhnya perjanjian. Thailand mengancam langkah hukum internasional, sedangkan Kamboja mendorong penyelesaian melalui ICJ.
Ketegangan yang tersisa membuat kawasan ini membahas ketatnya ASEAN dan dunia. Desakan terus diberikan agar kedua negara mematuhi larangan ranjau darat demi melindungi warga sipil serta menjaga gencatan senjata dari ancaman perang terbuka.
Buat kalian yang ingin mendapatkan berita terbaru dan terupdate setiap hari. Kalian bisa mengunjungi Indonesia Kamboja , yang dimana akan selalu memberikan informasi menarik lainnya.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari world.thaipbs.or.th
- Gambar Kedua dari beritasatu.com