Polisi Gerak Cepat Selidiki Nasib Pilu Pria Sukabumi yang Terjebak di Kamboja!

Silakan Share

Polisi bergerak cepat selidiki nasib pilu Muhammad Bagas Saputra, pria asal Sukabumi yang diduga menjadi korban TPPO di Kamboja.

Polisi Gerak Cepat Selidiki Nasib Pilu Pria Sukabumi yang Terjebak di Kamboja!

Bagas dilaporkan disekap, disiksa, dan bahkan disetrum oleh para pelaku. Keluarga Bagas diancam dan dimintai tebusan sebesar Rp40 juta agar putranya dibebaskan. Kasus ini menyoroti modus operandi perdagangan orang yang kerap menjebak warga negara Indonesia di luar negeri, terutama dalam skema penipuan daring.

Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Berita Indonesia Kamboja.

Jerat Perdagangan Orang Kisah Pilu Bagas di Kamboja

Kisah pilu Muhammad Bagas Saputra, pemuda berusia 22 tahun asal Kota Sukabumi, menjadi sorotan setelah ia diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja. Bagas tidak hanya disekap, tetapi juga mengalami penyiksaan, termasuk disetrum, dan para pelaku menuntut tebusan sebesar Rp40 juta dari keluarganya.

Informasi tragis ini pertama kali mencuat di media sosial, di mana sebuah unggahan di Facebook merinci kondisi Bagas yang disekap, disiksa, diikat, dan disetrum. Rangga Saputra (26), kakak korban, membenarkan kabar tersebut dan mengungkapkan momen mengerikan saat ia menerima panggilan video dari seseorang yang mengaku sebagai “bos perusahaan” di Kamboja pada Jumat, 27 Juni 2025.

Dalam panggilan tersebut, pelaku mengancam akan terus menyiksa Bagas jika uang tebusan tidak segera dikirim. Bahkan memberikan batas waktu hingga tengah malam untuk pembayaran Rp40 juta. Situasi ini tentu saja membuat keluarga Bagas terpukul dan sangat mengkhawatirkan keselamatannya. Dengan harapan besar agar ia bisa kembali pulang dalam keadaan selamat.

Awal Mula Perjalanan yang Berujung Nahas

Perjalanan Bagas ke Kamboja yang berujung nahas ini dimulai pada April 2024. Saat itu, ia berpamitan kepada keluarga untuk bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) bersama empat temannya melalui PT RNT Utama Indonesia yang berbasis di Tegal, dengan kontrak selama satu tahun. Bagas sempat rutin mengabari keluarga saat kapalnya mendarat di Taiwan.

Namun, setelah tiga bulan bekerja, Bagas tidak menerima gaji. Konflik antara rekannya dan kru kapal lainnya terjadi saat kapal berlabuh di pelabuhan Cina. Yang mengakibatkan Bagas dan keempat rekannya diturunkan di pelabuhan tersebut tanpa bekal uang dan dengan kendala bahasa. Sejak saat itu, keluarga kehilangan kontak dengan Bagas.

Baru pada Jumat, 27 Juni 2025, Bagas kembali menghubungi keluarganya dan mengaku sudah berada di Kamboja. Ia menjelaskan bahwa ia disekap karena dianggap gagal memenuhi target kerja, yang kemudian diketahui merupakan pekerjaan sebagai “scammer” atau pelaku penipuan daring.

Baca Juga: Cek Fakta: Apakah Benar Kamboja Bisa Maju Karena Campur Tangan Pengusaha Indonesia?

Upaya Penyelidikan dan Koordinasi Lintas Instansi

Upaya Penyelidikan dan Koordinasi Lintas Instansi

Kasus ini segera ditindaklanjuti oleh Kepolisian Resor Sukabumi Kota. Kasi Humas Polres Sukabumi Kota AKP Astuti Setyaningsih membenarkan bahwa Unit PPA Sat Reskrim telah melakukan pengecekan dan mendatangi rumah keluarga korban untuk menggali informasi serta mengumpulkan dokumen pendukung.

Pihak kepolisian tengah menyiapkan langkah lanjutan, termasuk mengarahkan korban untuk membuat laporan resmi, memeriksa saksi tambahan, dan mengumpulkan barang bukti. Selain itu, polisi juga berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait. Seperti Dinas Tenaga Kerja Kota Sukabumi, BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), dan Imigrasi Sukabumi.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Sukabumi, Abdul Rachman, juga menerima informasi mengenai kasus ini dari Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) serta Wakil Wali Kota Sukabumi. Tim dari Disnakertrans telah mengunjungi rumah keluarga Bagas di Kelurahan Subang Jaya, Kecamatan Cikole, Sukabumi, untuk mengumpulkan informasi tambahan.

Abdul Rachman menekankan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan UPT P4TKI (Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), BP3MI, dan pihak terkait untuk mengawal proses pemulangan korban dan penanganan kasus ini.

Tantangan Dalam Penanganan Kasus TPPO Ilegal

Meskipun upaya penyelidikan dan koordinasi sedang berjalan, proses penanganan kasus ini tidak mudah. Kendala utama adalah fakta bahwa Bagas berangkat secara ilegal, sehingga pihak berwenang tidak memiliki data mengenai siapa yang memberangkatkan, tujuan kerjanya, dan detail lainnya. Kondisi ini menyulitkan kontrol pemerintah terhadap keberangkatan tenaga kerja ilegal.

Abdul Rachman menjelaskan bahwa modus operandi kasus TPPO seperti ini sering terjadi, di mana korban berpindah-pindah negara sebelum akhirnya berakhir di Kamboja. Melalui pola seperti dari pelayaran ke Taiwan, lalu Cina, atau bahkan melalui Malaysia dan Thailand.

Mengenai permintaan tebusan sebesar Rp40 juta, Abdul Rachman menegaskan bahwa hal tersebut berada di bawah ranah pemerintah pusat. Khususnya Kementerian P2MI dan Kementerian Luar Negeri, untuk bernegosiasi. Pihak daerah berfokus pada pengumpulan data untuk mempercepat proses penyelamatan warga.

Pola TPPO dan Kekhawatiran Perdagangan Organ

Kekhawatiran serius juga muncul terkait dugaan perdagangan organ tubuh, mengingat Bagas sempat disekap dan disiksa. Kepala Disnakertrans Kota Sukabumi, Abdul Rachman, menyatakan kewaspadaan tinggi terhadap kemungkinan ini. Pola kasus TPPO yang melibatkan penipuan daring di Kamboja memang kerap terjadi dan melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI).

Sebagian korban awalnya ditawari pekerjaan yang layak seperti marketing atau customer service, namun kemudian dipaksa menjadi scammer. Peningkatan jumlah WNI yang bermasalah di Kamboja juga menjadi perhatian. Data KBRI Phnom Penh menunjukkan bahwa pada tiga bulan pertama tahun 2025. Rata-rata 20-25 kasus baru ditangani setiap hari kerja, dengan total 1.301 kasus WNI bermasalah.

Angka ini meningkat 174% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebanyak 85% dari kasus yang ditangani terkait dengan penipuan daring, menunjukkan peningkatan 263% dibandingkan 306 kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sejak 2021 hingga Februari 2025, Kementerian Luar Negeri mencatat total 7.027 kasus WNI bermasalah terkait penipuan daring di 10 negara. Dengan Kamboja menyumbang angka tertinggi yaitu 4.300 kasus.

Kesimpulan

Kasus Muhammad Bagas Saputra dari Sukabumi adalah gambaran nyata dari bahaya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang mengancam banyak Warga Negara Indonesia di Kamboja. Penyelidikan oleh kepolisian dan koordinasi antarinstansi menjadi krusial untuk menyelamatkan Bagas dan mencegah kasus serupa terulang.

Diperlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengatasi akar masalah keberangkatan ilegal dan memberikan perlindungan maksimal bagi warganya di luar negeri. Terutama di tengah maraknya sindikat penipuan daring yang terus menjerat korban dengan janji-janji pekerjaan palsu.

Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang Polisi Selidiki Nasib Pilu Pria Sukabumi hanya di BERITA INDONESIA KAMBOJA.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.detik.com
  2. Gambar Kedua dari news.republika.co.id