Negara Harus Proaktif, Lindungi WNI Korban Eksploitasi di Kamboja!

Silakan Share

Puluhan hingga ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) kembali menjadi korban eksploitasi kejam di Kamboja oleh sindikat internasional.

Negara Harus Proaktif, Lindungi WNI Korban Eksploitasi di Kamboja!

Dijanjikan pekerjaan layak dan gaji tinggi, mereka justru disekap dan dipaksa bekerja dalam jaringan penipuan daring oleh sindikat internasional. Di balik tragedi ini, muncul pertanyaan besar, di mana peran negara? Perlindungan terhadap WNI bukan hanya kewajiban moral, tetapi amanat konstitusional.

Sudah saatnya negara tidak hanya bereaksi ketika kasus meledak di media, melainkan hadir secara konkret dan proaktif dalam melindungi warganya, di mana pun mereka berada. Di bawah ini, Berita Indonesia Kamboja akan membahas fenomena eksploitasi WNI di Kamboja dan pentingnya peran proaktif negara dalam melindungi warganya.

Jerat Eksploitasi yang Mengincar WNI

Eksploitasi terhadap WNI di luar negeri, khususnya di Kamboja, bukan cerita baru. Modusnya relatif sama, para korban direkrut melalui media sosial dengan iming-iming pekerjaan legal dan bergaji besar. Namun, begitu tiba di negara tujuan, mereka disekap, dipaksa bekerja berjam-jam tanpa upah, dan kerap mengalami kekerasan fisik maupun psikis.

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat bahwa banyak dari korban diberangkatkan secara ilegal, tanpa dokumen resmi, dan di luar pengawasan otoritas. Praktik ini membuka celah bagi sindikat perdagangan orang yang semakin licik dalam memanipulasi dan memperbudak korban.

Yang menyedihkan, banyak dari para korban berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang rentan terjebak janji manis kerja di luar negeri. Mereka tak memiliki akses informasi yang memadai, tak memahami prosedur legal keberangkatan, dan akhirnya menjadi sasaran empuk jaringan kriminal.

Lemahnya Perlindungan dan Pengawasan Negara

Kriminolog Universitas Indonesia, Prof. Adrianus Meliala, menilai bahwa negara gagal membangun sistem perlindungan migrasi tenaga kerja yang komprehensif. Negara seolah hanya bertindak ketika kasus sudah membesar dan menuai sorotan publik. Dalam praktiknya, pencegahan tidak berjalan efektif.

Edukasi hukum minim, pengawasan terhadap agen tenaga kerja longgar, dan kerja sama antarlembaga kurang koordinatif. Padahal, tanggung jawab negara terhadap warganya tak berhenti di dalam negeri. Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas perlindungan hak asasi manusia seluruh warga negara, termasuk yang berada di luar wilayah Indonesia.

Artinya, ketika negara gagal melindungi WNI yang menjadi korban eksploitasi, itu bukan hanya kelalaian administratif, tetapi pelanggaran terhadap amanat konstitusi.

Baca Juga:

Perspektif Hukum Tata Negara dan Kewajiban Konstitusional

Negara Harus Proaktif, Lindungi WNI Korban Eksploitasi di Kamboja!

Sebagai negara hukum (rechtstaat), Indonesia seharusnya menjunjung tinggi asas perlindungan dan keadilan sosial. Dalam konteks hukum tata negara, tanggung jawab negara terhadap WNI adalah kewajiban absolut yang tidak boleh dinegosiasikan. Negara harus menjamin hak atas rasa aman, perlindungan hukum, dan hak hidup yang layak bagi setiap warga negara.

Namun, kenyataannya, pendekatan negara masih bersifat formalistik hanya mengurus dokumen, evakuasi, dan diplomasi reaktif. Tidak ada sistem pengawasan ketat terhadap agen tenaga kerja. Tidak ada pendidikan hukum yang masif bagi calon pekerja migran. Dan belum ada diplomasi yang tegas serta konsisten terhadap negara-negara tempat WNI rawan dieksploitasi.

Konstitusi seharusnya tidak berhenti sebagai dokumen, melainkan harus hidup dalam praktik kenegaraan sehari-hari. Negara tidak boleh sekadar hadir saat rakyat sudah menjadi korban. Negara harus aktif mencegah, mendidik, dan melindungi.

Urgensi Diplomasi Perlindungan dan Tanggung Jawab Internasional

Dalam tataran global, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, termasuk Protokol Palermo yang secara tegas mengatur pencegahan perdagangan orang dan perlindungan korban. Namun implementasinya di lapangan masih lemah.

Pakar hubungan internasional Dr. Hikmahanto Juwana menekankan bahwa diplomasi Indonesia harus berubah orientasi, dari sekadar formalitas hubungan bilateral menjadi diplomasi yang berfokus pada perlindungan WNI. Negara harus menjalin kerja sama serius dengan negara-negara seperti Kamboja, Laos, atau Myanmar, yang menjadi titik rawan eksploitasi tenaga kerja ilegal.

Diplomasi perlindungan seharusnya menjadi instrumen utama Kementerian Luar Negeri, bukan sekadar tambahan dari misi dagang atau politik luar negeri. Tanpa perlindungan yang kuat, citra negara akan terus tercoreng di mata dunia.

Kesimpulan

Tragedi eksploitasi WNI di Kamboja bukan sekadar kisah duka, melainkan tamparan keras bagi negara. Kita tidak bisa lagi membiarkan negara hadir hanya dalam bentuk pernyataan pers, kunjungan diplomatik sesaat, atau tindakan reaktif ketika krisis terjadi.

Negara harus hadir sebagai pelindung sejati yang mencegah sebelum terjadi, yang mendidik sebelum rakyat tertipu, dan yang memperjuangkan hak warga negara tanpa kompromi. Ini bukan hanya soal hukum internasional, bukan semata tugas kementerian terkait, tetapi panggilan konstitusional.

Karena pada akhirnya, negara bukan hanya sekumpulan lembaga dan pasal hukum. Negara adalah janji perlindungan bagi rakyatnya. Jika janji itu dilanggar, maka negara telah gagal memenuhi tugas utamanya: melindungi segenap bangsa Indonesia.

Simak dan ikuti terus Berita Indonesia Kamboja agar Anda tidak ketinggalan informasi berita menarik lainnya yang terupdate setiap hari.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari kemlu.go.id
  2. Gambar Kedua dari www.naratif.id